Wednesday 4 May 2011

Sifat wudhu Nabi Vs Sifat wudhu wahaby/salafy

*Sifat wudhu Nabi Vs Sifat wudhu wahaby/salafy

Sifat wudhu Nabi Vs Sifat wudhu wahaby/salafy
Oleh : Abu Haidar
Dalam risalah ini akan dibahas sifat wudhu Nabi menurut imam para mujtahid ahlusunnah waljamaah yang mereka berguru langsung dengan murid-murid terbaik para sahabat nabi (tabi’in) yaitu imam 4 madzab ahlusunnah yang masyhur. JIka kita gali fatwa-fatwa mereka maka akan kita dapati ayat , hadits dan dasar-dasar hukum islam yang menyokong fatwa imam 4 madzab ini.
Ahlusunnah palsu (yang mengaku mengikut Nabi langsung tanpa ada sanad) yang sanad ilmu mereka sama sekali tidak bersambung sampai Nabi dan Sahabat. Ahlusunnah palsu yang ilmu mereka tidak bersanad ini bahkan mengaku-ngaku sahabat Nabi atau kaum salafy, padahal salafy adalah kurun/zaman para sahabat bukan madzab ataupun manhaj. Manhaj ini adalah buatan badwi najd yang hidup lebih dari 13-14 abad dari masa sahabat. Mengaku bermadzab/bermanhaj salafy adalah bid’ah ahir zaman yang belum pernah ada sebelumnya!!!.
Ini adalah kesesatan wudhu wahaby/salafy menurut ahlusunnah, jika anda lebih teliti lagi maka mungkin akan mendapati kesesatan yanmg lebih banyak….wallahu a’lam.
(Pasal)
Di antara syarat-syarat shalat adalah wudlu [1].
Rukun-rukun wudlu ada 6 menurut ahlusunnah
1. Niat bersuci
- untuk shalat atau selain shalat –dari niat-niat yang mencukupi- ketika membasuh muka (dalam madzhab Syafi’i niat ini diucapkan bersamaan dengan saat membasuh muka tersebut, sementara dalam madzhab Malik niat tersebut dapat mencukupi walau diucapkan sesaat sebelum membasuh muka).
_______________
Kesesatan wudhu wahaby :
- Wahaby Tidak memasukan niat dalam rukun wudhu [2].
Adapun sebagian mereka yang beniat tapi tidak bersamaan dengan membasuh muka. Padahal imam syafei dan imam malik mengatakan bahwa niat harus bersamaan dengan amal (mu’tarinan bil ‘amal). Imam maliki memberikan kelonggaran bahwa niat masih mencukupi walau sesaat sebelum membasuh muka, tapi kaum wahaby menentang pendapat imam ahlusunnah tersebut!!
___________________________
2. Membasuh seluruh wajah,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
Artinya : “Maka basuhlah mukamu.” (Al-Maidah-6).
- Yang termasuk wajah dari tempat tumbuh rambut (bagian atas) hingga ke dagu dan dari anak telinga (kanan) nya hingga ke anak telinga (kiri) nya, baik kulit maupun rambutnya (yang ada pada wajahnya), dan tidak (wajib) membasuh bagian dalam jenggot dan jambang yang lebat (sampai tidak terlihat kulitnya).
- -Sedangkan Berkumur atau beristinsyaq adalah sunnah bukan termasuk rukun wajib dalam wudhu, sehingga berwudhu denganBerkumur atau beristinsyaq pada waktu berpuasa adalah makruh (lebih baik ditinggalkan jika sedang berpuasa).__________________Kesesatan wudhu wahaby :
- – Wahaby menjadikan Berkumur atau beristinsyaq adalah rukun wajib dalam wudhu sekalipun ia sedang berpuasa wajib. Dan Tidak syah jika tidak berkumur atau beristinsyaq karena mereka menganggap bagian Dalam (rongga) hidung dan mulut termasuk bagian dari muka[2].
________________
3. 3. Membasuh kedua tangan beserta kedua sikunya dan segala apa yang ada di atas keduanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman , apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…”(Q.S Al-Maidah:6).
4. 4. Mengusap kepala atau sebagiannya sekalipun satu rambut yang berada di bagian kepalanya [1].
Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
Artinya : “Dan sapulah kepalamu.” (Al-Maidah-6)
- Membasuh kepala dan telinga menurut imam syafei adalah dengan menggunakan air yang baru (bi maa-in jadidin), tidak sekaligus membasuh kepala dgn membasuh telinga dalam satu usapan.
- Imam syafei dan imam lainnya disunnahkan membasuh semua anggota wudhu tiga kali termasuk membasuh kepala dan telinga, sebagai mana dalam hadits :
Dari utsman ibn affan ra berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Mana-mana hamba yang berwudhu dgn sempurna yakni membasuh smua anggota wudhu tigakali – tiga kali dengan baik, Allah SWT mengampunkan baginya dosa-dosa terdahulu dan akan datang (rawahulbazaru warijaluhu mautsiquuna wa haditsu hasan)
Dari ibn ‘umar ra meriwayatkan bahwa nabi SAW bersabda “barangsiapa berwudhu dgn membasuh sekali saja pada tiap-tiap anggota wudhu, maka dia telah menyempurnakan perkara yang wajib keatasnya. Barangsiapa yang membasuh dua kali- dua kali pada setiap anggota wudhunya, dia mendapat bagian pahala ganjarannya. Barangsiapa yang membasuh tiga kali-tiga kali pada setiap wudhunya, maka ini adalah wudhu’ku dan wudhu’ para ambiya sebelumku (HR musnad ahmad 2/97). [3].
__________________
Kesesatan wahaby/salafy :
- Wahaby Membasuh kepala dan telinga langsung (membasuh kepala dilanjutkan dengan mengusap telinga dalam satu kali basuhan) [2] .
padahal menurut imam syafei : membasuh kepala dan telinga adalah dipisahkan dan dengan air yang baru (bukan mengusap kepala dan telinga sekaligus dalam satu basuhan).
- Wahaby Mengharamkan membasuh kepala dan telinga tiga kali [2], jadi bertentangan dengan pendapat imam madzab dan hadits nabi yang disebutkan diatas.
_________________
5. Membasuh dua kaki dan mata kakinya atau mengusapkhuffi apabila telah sempurna syaratsyaratnya.
berdasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala;
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Artinya : “ Dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki.” (Al-Maidah-6).
6. Mengerjakannya dengan susunan di atas atau tertib [1].
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman , apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…”(Q.S Al-Maidah:6)
Dan Nabi Shalallahu ‘alahi wa sallam mengurutkan wudhu beliau sebagaimana cara ini dan beliau bersabda :
(Yang) Artinya : “ Ini adalah wudhu yang Allah tidak akan menerima shalat kecuali dengannya.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan lainnya) (Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dari hadits Ibnu Umar (419)[1/250];Abu Ya’la didalam Al Musnad nomor (5598); dan Ad Daruqutni (257)[1/83].
Sunah-sunah wuduk menurut ahlusunnah seperti telah difatwakan oleh imam syafei dalam kitab ‘iyanauthalibin :
1. Membaca basmalah
2. Membasuh kedua-dua tangan hingga pergelangan tangan.
3. Berkumur-kumur
4. Memasukan air ke dalam hidung (istinshaq).
hadits dalil bahwa rongga hidung dan mulut bukan anggota wajib wudhu tapi hanya sunnah dalam wudhu :
Diterima dari Laqith bin shabrah bahwa Nabi SAW bersabda : ” Jika engkau istinsyaq – membersihkan rongga hidung- maka sampaikanlah sedalam-dalamnya kecuali engkau berpuasa” (HR ash-habus Sunan dan menurut Tirmidzi Hadist ini Hasan lagi Shahih)
5. Menyapu air pada seluruh kewasan kepala.
6. Menyapu air pada kedua belah telinga (dengan air yang baru).
7. Menyelati janggut dengan anak jari.
8. Menyelati semua anak jari tangan dan kaki.
9. Mendahulukan basuhan dgn anggota sebelah kanan.
10. Membasuh angota wudhuk 3 kali.
11. Melebihi had basuh ketika membasuh muka, kaki dan tangan.
12. Membaca doa selepas berwudhuk.
(Pasal)
Hal-hal yang membatalkan wudlu:
1. Sesuatu yang keluar melalui qubul dan dubur selain mani (sperma).
2. Menyentuh qubul manusia atau lubang dubur dengan telapak tangan tanpa kain (penghalang).
3. Menyentuh kulit wanita lain (wanita yang boleh dinikahi) [1].
_________________
Kesesatan wahaby/salafy :
- Wahaby menyatakan menyentuh kulit wanita (yang boleh dinikahi) tidak batal, bahkan menyentuh kulit atau mencium pelacur atau wanita yang belum syah menjadi istri pun tidak batal
_______________
4. Hilang akal, tidak termasuk tidur dalam keadaan duduk yang tetap di tempatnya [1].
(Pasal )
Alat Untuk Bersuci
Jelasnya, alat–alat untuk bersuci itu ialah:
1. 1. Air mutlaq, iaitu air semata-mata tanpa disertakan dengan sesuatu tambahan atau sesuatu sifat. – Ahli fiqh bersepakat mengatakan harus bersuci dengan air yang suci (mutlaq) sebagaimana firman Allah:
025.048 وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا
Maksudnya :
“Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa khabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih “.
Air mutlaq ini terbahagi kepada beberapa bahagian:
o Air yang turun daripada langit. Ia terbahagi kepada tiga, iaitu air hujan, air salji yang menjadi cair dan air embun.
o Air yang terbit daripada bumi. Ia terbahagi kepada empat, iaitu air yang terbit daripada mata air, air perigi, air sungai dan air laut[ 4,5,6].
Pengertian Air Mutlak dalam mukhtasar Harari :
Air yang digunakan harus suci dan mensucikan atau disebut air mutlak
yaitu air yang tidak tercabut namanya (dari status air mutlak) disebabkan tercampur dengan benda suci lain yang semestinya dapat dihindarkan darinya seperti : susu, tinta, dan yang serupa
dengan keduanya. Kalau air yang tercampur itu berubah sehingga tidak lagi disebut air mutlak
(dengan adanya keterangan khusus di bagian belakang seperti air susu misalnya) maka tidak sah
untuk bersuci. Adapun jika air berubah karena sesuatu yang tidak memungkinkan (sulit) untuk
dihindarkan darinya seperti berubahnya air karena sesuatu yang ada di tempat air tersebut atau
tempat mengalirnya atau yang semacamnya yang sulit menjauhkan air tersebut darinya maka tidak apa-apa (boleh digunakan) dan air tersebut tetap suci. Disyaratkan juga air yang digunakan untuk bersuci tidak berubah disebabkan najis walaupun perubahannya hanya sedikit. Jika kadar (volume) air tersebut kurang dari duaqullah, maka disyaratkan tidak terkena najis yang tidak
dimaafkan, dan syarat kedua air tersebut tidak musta’mal (telah digunakan) untuk mengangkathadats atau menghilangkan najis [1,7].
Dalam kitab kumpulan fatwa imam nawawi (majmu’) menyebutkan bahwa : Air yang telah digunakan pada basuhan wudhu yang pertama adalah musta’mal dan tidak boleh digunakan untuk berwudhu kembali!. Sedangkan air musta’mal ini jika bercampur dengan air yang jumlahnya kurang dari dua kullah maka tidak boleh digunakan untuk bersuci (air berubah jadi musta’mal) [8].
_________________________
Kesesatan wahaby/salafy/darul hadits :
- – Mereka tidak bahkan menyesatkan pembagian air semacam ini
- sehingga tidak heran kalau mereka berwudhu dalam air satu gayung/ember kecil yang volumenya tidak sampai 2 kulah pun, (mengkobok atau memasukan tangan untuk membasuh anggota wudhu, air sehingga pada basuhan wudhu petama ikut jatuh dan terambil kembali dalam basuhan berikutnya), maka menurut ahlusunnah wudhu dengan cara mnegkobok air yang jumlahnya tidak sampai 2 kullah tersebut adalah tidak syah!.
______________________
2. 2. Tanah, boleh menyucikan jika tidak digunakan untuk sesuatu fardhu dan tidak bercampur dengan sesuatu [4,5,6, & 7]. Firman Allah:
004.043 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu solat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan berjunub), terkecuali sekadar berlalu sahaja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau dalam bermusafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. ” 
(Surah Al-Nisa’, 4:43)
Rujukan Kitab :
[1] Kitab Tarjamah Mukhtashar ‘Abdillah al Harari al Kafil bi ‘Ilmad-Din ad-Dlaruri, Syaikh ‘Abdillah al Harari, syahamah press,www.darulfatwa.org.au , Oktober 2008.
[2] Buku “Ringkasan Fiqih Islami” Terbitan Pustaka Salafiyyah, kitab wahaby.
[3] Muntahob ahadits, syaikh maulana sa’ad, pustaka ramadhan, Bandung, 2006.
[4] Kitab Mattlaal Badrain oleh Syeikh Muhammad bin Daud Al-Fatani
[5] Ringkasan Ibadah oleh Ibnu Rahmat .
[6] Kitab Minhajul Muslim oleh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi .
[7] Fiqh Syafii oleh Hj.Idris Ahmad S.H.
[8] Majmu’ Fatawa (kumpulan fatwa-fatwa Iimam nawawi), Imam Nawawi.
Lampiran : Fiqh Air Menurut Ahlusunnah :
A. Sejarah Kitab Bulughul Maram
Perlu diketahui Bahwa Kitab Bulughul Maram adalah kitab yang ditulis oleh Hujatul islam (orang yang hafal 300.0000 matan hadits dgn sanadnya) Ibnu Hajar atsqalani yang bermadzab syafii. Kitab bulugul maram ini dihadiahkan oleh beliau kepada putranya yang juga seorang ulama bermadzab syafii.
Anak dari Ibnu hajar faham tentang kaidah fiqh ahlusunnah dimana salah satu kaidahnya:
“Jika makna hadits lebih memungkinkan untuk digabungkan maka itu lebih baik, dari pada meniadakan/menolak yang selainnya”

sedangkan golongan anti madzab (wahaby) sekarang lebih “suka menolak semua hadits dan mengambil yang paling shahih menurut mereka”, padahal hadits yang ditolak itu tidaklah mencapai derajat dhoif. Padahal jika digabungkan adalah sangat memungkinkan. Seperti yang dilakukan oleh Mujtahid Mutlak imam As-Syafii rah.
B. Kitab Bulughul Maram Bab Air
saya nukilkan ahadits dari kitab bulughul maram Kitab Thaharah Bab Air, saya ambil pada pasal kesucian air laut dan kesucian air:
Kesucian air laut
I . Dari Abu Huroirah ra. berkata: Rosululloh SAW bersabda tentang laut, “Airnya mensucikan dan halal bangkainya.” Dikeluarkan oleh imam yang empat (at-Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, dan Abu Dawud), lbnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazh miliknya. Dan dishohihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan at Tirmidzi. Juga diriwayatkan oleh Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad.’
Kesucian Air
2. Dari Abu Sa’id al-Khudri Ra., ia berkata: Rosululloh SAW bersabda,”Sesungguhnya air itu mensucikan
tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu pun.” Dikeluarkan oleh imam yang tiga (Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa-i) dan dishohihkan oleh Ahmad.
3. Dari Abu Umamaha ) Bahirr odhil.allohu anh,u,iab erkata:” Rosulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya
air itu tidak dapat dinajiskan oleh sesuatupun kecuali apabila berubah baunya. rasanya dan warnanya.” Dikeluarkan oleh lbnu Majah dan didho’ifkan oleh Abu Hatim.
4. Dan diriwayatkan Baihaqi: “Air itu suci kecuali bila berubah baunya, rasanya dan warnanya karena najis yang menimpanya.”
5. Dan dari ‘Abdulloh bin Umar rA., Ia berkata:Rosululloh SAW bersabda”, Apabila air telah sampai dua qullah, maka ia tidak membawa akhobats (najis).” Dalam lafazh lain. “Tidak najis” Dikeluarkan oleh imam yang empat dan dishohihkan oleh Ibnu Khuzaimah, al Hakim, dan Ibnu Hibban.
Keterangan : Saya nukilkan pembahasan Hadits ini pada kitab Ihya ulumuddin jilid I (Halaman 463-464, Pustaka nasional Singapore 1988)
Lafadz “maka ia (air) tidak membawa akhobats (najis)” maksudnya dibatasi:
- Tetapi  apabila air itu berobah karena Najis, maka air itu membawa najis
- Tetapi apabila najis itu banyak, niscaya najis itu dibawa oleh air
- Lafadz Hadits ini makna dhahirnya ialah air tidak membawa najis. Artinya membalikan najis kepada sifat air itu sendiri (tidak  menukar najis menjadi sifat air).
6. Dari Abu hurairah ra. , ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Janganlah kalian mandi dalam keadaan junub di air yang diam”. Dikeluarkan oleh muslim
7. Dan riwayat Imam Bukhary : “Janganlah kalian kencing air yang diam yang tidak mengalir, kemudian mandi didalamnya”
8. dan Riwayat Imam Muslim “(Mandi) darinya ” Dan riwayat Abu Dawud : “Dan janganlah mandi didalamnya karena janabah”
C. Keterangan  dan Cara Menyikapi Hadits Diatas

Berdasarkan beberapa Hadits yang mencapai derajat shahih yang disebutkan, kemudian dengan kaidah fiqh ahlusunnah waljamaah : “Jika makna hadits lebih memungkinkan untuk digabungkan maka itu lebih baik, dari pada meniadakan/menolak yang selainnya”
Berdasarkan hadits-hadits tersebut, sehingga menurut ahlusunnah nadzab syafii di tetapkan (Saya ambil dari kitab fiqh irsyadul anam):
Pasal Ke enam
Air Suci Menyucikan
- Artinya Air yang suci menyucikan yaitu air yang belum pernah terkena najis dan yang belum Musta’mal (dipakai untuk berwudhu).
- Jikalau air itu sedikit yaitu kurang dari 2 (dua) kullah, maka jika hendak bersuci daripadanya maka jangan dikobok (dicelup) dalam menyuci atau mengambil air wudhu atau mandi, melainkan dengan gayung.
Sebab jika dikobok (dicelup) dengan barang yang ada najisnya kedalam air itu niscaya air itu menjadi najis sekalipun tidak berubah rupanya atau rasanya atau baunya.
- Adapun jika dimasukkan tangan didalam air itu oleh yang mengambil wudhu, sesungguhnya membasuh mukanya dengan tidak niat membasuh tangannya diluar tempat air itu, niscaya jadilah air itu Musta’mal.
-Adapun jikalau air yang banyak, yaitu sekedar banyaknya tigaratus lima kati atau yang disebut dua qullah (dalam ukuran liter +/- 216 liter atau perbandingan panjang x lebar x tingginya =60 Cm x 60 Cm x 60 Cm), maka tidak menjadi suatu apa-apa jika dikobok didalamnya, melainkan jika berubah air itu dengan najis maka jadilah air itu najis. Adapun apabila hilang berubahnya itu maka jadilah air itu suci kembali.
Pasal Ke tujuh
Istinja’ dengan Air
Syarat Istinja’ (bersuci) dengan air ialah menghilangkan bau, rupa dan rasa dengan air yang suci mensucikan, demikian pula syarat membasuh tiap-tiap najis yang pertengahan (najis mutawassithah).
Pasal Ke delapan
Istinja’ dengan Batu
Syarat Istinja’ (bersuci) dengan batu atau seumpamanya seperti kayu, atau kain atau kertas (tissu), maka syaratnya adalah Thahir dan kasat lagi bukan muhtaram yakni bukan barang yang diharamkan pada Syara’ dan syaratnya juga jangan yang sudah kering najisnya, dan wajib dengan 3 (tiga) kali sapunya.
Adapun afdhalnya adalah istinja’ itu lebih dahulu dengan seumpama batu kemudian dibasuh dengan air.
wallahu a’lam

No comments:

Post a Comment